Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat (Rerie) menekankan pentingnya partisipasi perempuan dalam institusi sosial yang dapat dimulai dari elemen terkecil seperti keluarga dan komunitas.
Dari institusi itu perempuan diharapkan mampu memberi kebaruan dalam penentuan arah dan kebijakan untuk memenuhi hak dasar setiap warga negara.
“Perempuan harus mampu mengambil peran di berbagai bidang karena sejatinya perempuan itu adalah tiang negara,” kata Rerie saat Sosialisasi Empat Konsensus Kebangsaan bertema Perempuan, Perdamaian, dan Keamanan di Kawasan Asia Tenggara di depan para anggota Kongres Wanita Indonesia (Kowani) di sela kunjungan peserta ASEAN Confederation Of Woman’s Organization (ACWO) Forum di Gedung Nusantara 4, Kompleks Parlemen, Rabu.
Ia mengungkapkan sejarah mencatat bahwa dalam bidang politik, perempuan di kawasan ASEAN memiliki rekam kepemimpinan eksekutif yang menggerakkan perubahan misalnya Megawati Soekarnoputri menjadi Presiden Ke-5 Indonesia, Corazon Aquino pernah menjabat sebagai Presiden ke-11 dan Gloria Macapagal-Arroyo sebagai Presiden ke-14 Filipina.
Selain itu, tambah Rerie, di bidang ekonomi perempuan ASEAN berperan penting dalam pembangunan ekonomi masyarakat di era berkembangnya teknologi informasi saat ini.
Dalam sejarah Indonesia, tegas legislator dari Dapil II Jawa Tengah itu, perempuan berperan penting dalam upaya menciptakan perdamaian, mempertahankan keamanan melalui bidang-bidang yang digeluti.
“Eksistensi para sultan di Aceh dan para ratu di Jawa di masa kerajaan Nusantara meneguhkan bahwa perempuan mampu memberi kebaruan dalam bidang politik, pendidikan, kesehatan, ekonomi serta pertahanan dan keamanan,” tambah Rerie.
Ia menjelaskan dalam lingkup kawasan bahkan pada 2017, Joint Statement on Promoting Women, Peace, and Security in ASEAN diterbitkan untuk menegaskan kembali komitmen bersama terhadap agenda Women, Peace, and Security (WPS)
Meski perempuan berperan signifikan, Rerie berpendapat, dalam beberapa bidang utama kehidupan sosial kemasyarakatan, terdapat beberapa tantangan yang dihadapi perempuan saat ini terkait polemik afirmasi dan partisipasi politik serta kesetaraan, konflik pemilihan umum, perlindungan bagi pembela HAM perempuan, serta perlindungan bagi perempuan adat.
“Menyelisik situasi dalam negeri, perempuan sebagai tiang keluarga mesti menempatkan setiap tantangan dan keseluruhan konteks peristiwa dalam bingkai konsensus kebangsaan,” lanjutnya.
Rerie menegaskan konsensus kebangsaan yakni Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika menjamin pemenuhan hak-hak dasar manusia dengan kewajiban yang melekat dalam napas kesetaraan dan perlindungan secara menyeluruh.
“Pancasila sebagai dasar dan ideologi kehidupan berbangsa, mengedepankan intisari gotong-royong dalam rangka perwujudan kapabilitas manusia berbasis spiritualitas, kemanusiaan, persatuan, dialog dan keadilan,” ujarnya.
Pewarta: Hendri Sukma Indrawan
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023