Prabowo Subianto and People’s Dictatorship

Jakarta Globe hari ini mengeluarkan berita dengan judul “Either You Are With Us, Or Watch Us Working”. Perbedaan yang tipis dengan “Either You Are With Us, or My Enemy!” Dalam pesan ini, antara “bersama saya atau diam”, tidak lagi ada kata oposisi. Ini berbeda dengan masa pemerintahan SBY, di mana dukungan diberikan kepada munculnya “civil society”, kekuatan kelas menengah di luar struktur kekuasaan.

Selain itu, Prabowo juga berencana untuk membentuk kabinet 40-50 menteri, untuk menyatukan semua kekuatan sosial di bawah pimpinannya. Dia juga ingin menjadi pemimpin yang dicintai oleh semua golongan seperti Sukarno, bukan hanya klaim dari satu partai. Hal-hal ini menunjukkan bahwa akhirnya Prabowo terlihat sebagai seorang diktator.

Kediktatoran adalah suatu konsep kepemimpinan yang tidak memperhatikan suara oposisi. Contohnya, Sukarno mengembangkan sistem “demokrasi terpimpin” atas nama cita-cita revolusi yang belum selesai. Suharto juga menerapkan kediktatoran atas nama stabilitas dan pembangunan.

Prabowo berjanji untuk membebaskan seluruh rakyat dari kemiskinan dan kelaparan dalam waktu 3-4 tahun dengan kepemimpinan yang kuat. Ini mencerminkan politik kerakyatan, di mana kepemimpinan kembali pada nilai-nilai Pancasila dan pasal 33 UUD 1945.

Setelah 26 tahun pasca Suharto, demokrasi di Indonesia terlihat goyah. Beberapa kalangan yakin bahwa Prabowo akan mengembalikan keadaan pada UUD 45 asli, di mana demokrasi liberal saat ini dianggap tidak bermoral.

Situasi politik di Indonesia masih menantang, terutama menjelang pilkada serentak bulan November dan reaksi partai politik terhadap model kepemimpinan tanpa demokrasi. Rakyat harus siap menghadapi kediktatoran meskipun tujuannya adalah kesejahteraan rakyat. Waktu terus berjalan, dan rakyat harus memilih dengan bijak.

Source link

spot_img

Hot Topics

Related Articles