“Komoditas timah belum ada HPM, sehingga pelaku usaha tambang mengetahui harga di Malaysia, Singapura dan akhirnya mereka melakukan penyeludupan karena harga lebih tinggi,” kata Direktur Pengamanan Pembangunan Strategis Nasional Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejagung Patris Yusran Jaya di Pangkalpinang, Rabu.
Baca juga: Kejagung rumuskan tata kelola tambang timah
Patris Yusran Jaya merupakan mantan Kejati Sulawesi Tenggara (Sultra) ini menyatakan HPM ini sudah diberlakukan pada komoditas nikel di Sultra, sehingga tidak ada pengusaha tambang yang bermain untuk menaikkan dan menurunkan harga nikel di daerah itu.
“Di timah belum ada HPM, sehingga pengusaha-pengusaha tambang di Kepulauan Babel banyak yang bermain dan lebih baik menyeludup untuk mendapatkan keuntungan dua kali lipat lebih,” ujarnya.
Ia menyatakan baru-baru ini ada penangkapan penyeludupan timah sebanyak 200 ribu ton dan pelaku penyeludupan menenggelamkan balok timah tersebut.
“Baru-baru ini aparat penegak hukum menangkap penyeludupan timah dan ternyata para pelaku menenggelamkan timah seludupannya,” ujarnya.
Menurut dia, penyeludupan timah ini terjadi karena harga timah di pasar luar negeri jauh melebihi harga di dalam negeri akibat tidak adanya harga patokan komoditas ekspor tersebut.
“Saya berbicara begini sejak bertugas di Sulawesi Tenggara pada Februari 2023, sehingga banyak orang yang tidak suka dengan saya, karena ini kepentingan besar dan uang besar,” ujarnya.
Ia menyatakan usaha penambangan ini bukan uang kecil karena bukan koperasi, usaha UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah), atau home industri.
“Semua kita tentunya sudah mengetahui dan kita banyak ahlinya, orang pintar tetapi eksekusi ini terkadang masih sulit,” katanya.
Baca juga: Kejagung nilai tambang timah tradisional di Babel legal
Baca juga: Kejagung: Kementerian ESDM ragu terbitkan RKAB tambang timah
Baca juga: Kejagung dorong Kementerian ESDM terbitkan Juknis IPR timah Babel
Pewarta: Aprionis
Editor: Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024