Pakar Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan bahwa kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke India pada peringatan Hari Republik ke-76 membuka peluang untuk memperkuat kerja sama dalam pengendalian tuberkulosis (TB). Menurutnya, India memiliki upaya pengendalian TB yang sangat masif, dan hal ini menjadi pembelajaran berharga bagi Indonesia. Pasalnya, kedua negara tersebut merupakan penyumbang terbesar kasus TB di dunia, dengan India berada di urutan pertama dan Indonesia di urutan kedua. Meskipun demikian, India berhasil menurunkan angka kematian akibat TB dari 28 per 100.000 penduduk pada 2015 menjadi 23 per 100.000 penduduk pada 2022. Selain itu, jumlah kematian akibat TB juga mengalami penurunan signifikan dari 494.000 kasus pada 2021 menjadi 331.000 kasus pada 2022. India bahkan berhasil mencapai target pengobatan pada 95 persen pasien TB di tahun 2023.
Tjandra juga menyoroti peran penting sektor swasta dalam meningkatkan pengendalian TB di India, di mana jumlah kasus yang ditangani sektor swasta meningkat pesat dari 190.000 kasus pada 2015 menjadi 840.000 kasus pada 2023. Dia menekankan bahwa strategi India yang menyasar faktor risiko TB, seperti kurang gizi, HIV, diabetes, alkohol, dan merokok, merupakan hal yang patut dijadikan contoh. India memberikan bantuan langsung kepada pasien TB yang kurang gizi berupa uang bulanan dan paket makanan, sebuah program yang dianggap layak untuk dipertimbangkan di Indonesia.
Tantangan besar dalam pengendalian TB, menurut Tjandra, adalah meningkatnya risiko pada penderita HIV, diabetes, dan kebiasaan tertentu. Faktor-faktor ini meningkatkan risiko TB hingga belasan kali lipat dan terkait dengan resistensi obat TB. Dia menyarankan agar Indonesia mempertimbangkan untuk meluncurkan laporan nasional serupa India TB Report 2024 guna meningkatkan transparansi dan evaluasi pengendalian TB di Tanah Air. Melalui pengalaman India, diharapkan Indonesia dapat mengembangkan kebijakan TB yang lebih efektif.