Pandangan beberapa pengamat sepak bola di Indonesia menyoroti kurangnya mantan pemain dan pelatih sebagai komentator sepak bola, dibandingkan dengan praktik di luar negeri. Sebagai seseorang yang terlibat dalam rekrutmen pengamat dan komentator selama 20 tahun, penulis artikel ini memberikan perspektif berdasarkan pengalamannya di ANTV.
Dulu, pada era 1994 hingga 2014, ANTV aktif menyiarkan berbagai kompetisi sepak bola lokal dan liga populer dunia. Pada masa itu, keberadaan pengamat pertandingan sepak bola masih terbatas, dengan sebagian besar berasal dari wartawan senior atau mantan pemain aktif sebagai pelatih. Namun, seiring perkembangan waktu, banyak mantan pemain dan pelatih mulai muncul sebagai pengamat dan komentator di siaran langsung.
Namun, tantangan bagi mantan pemain dan pelatih yang ingin menjadi pundit adalah tentang kesempatan, waktu, update informasi, dan kemampuan komunikasi. Media besar cenderung lebih memilih pengamat yang memiliki daya tarik visual, pengalaman, dan keterampilan berbicara yang baik. Namun demikian, bukan berarti non mantan pemain tidak mampu menjadi komentator yang hebat.
Dalam mengembangkan kemampuan bernarasi dan berkomunikasi, beberapa mantan pemain dan pelatih telah berhasil, seperti Coach Danur, Coach RD, dan beberapa nama lainnya. Proses belajar, latihan, dan pengalaman siaran menjadi kunci untuk membangun kredibilitas sebagai pundit. Selain itu, kerjasama antara mantan pemain dan pelatih dengan media serta proaktif dalam menawarkan diri juga dapat membuka peluang lebih luas.
Jadi, tidaklah aneh jika non mantan pemain dan pelatih juga menjadi pengamat dan komentator sepak bola yang dihormati. Di luar negeri, banyak jurnalis dan penulis buku tentang teknik sepak bola yang menjadi tokoh penting dalam analisis pertandingan. Karena pada akhirnya, keberhasilan seorang pundit tergantung pada kemampuannya dalam berkomunikasi, menganalisis, dan menghibur audiens.