Tim kuasa hukum Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, berpendapat bahwa prosedur atau Standard Operating Procedure (SOP) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penetapan tersangka kliennya bersifat internal. Menurut kuasa hukum Hasto, Maqdir Ismail, SOP KPK tidak diakui secara hukum dan hanya digunakan untuk kebutuhan internal organisasi. Maqdir menegaskan bahwa SOP KPK tidak sesuai dengan Undang-Undang KPK No 19 Tahun 2019 dan tidak memiliki status hukum yang sah.
Ia juga menyatakan bahwa UU KPK tidak memberikan wewenang kepada KPK untuk menetapkan tersangka pada tahap penyelidikan. Menurut Maqdir, penetapan tersangka terhadap Hasto oleh KPK selama proses penyelidikan, bukan proses penyidikan, merupakan hal yang disayangkan. Dia menjelaskan bahwa Undang-Undang KPK hanya menyebutkan bahwa setelah selesai penyelidikan, KPK harus melaporkan kepada pimpinannya.
Di sisi lain, KPK mengklaim bahwa proses penetapan tersangka Hasto telah mengikuti prosedur dengan memperhitungkan bukti, tahapan penyelidikan, dan penyidikan terkait kasus suap dan perintangan penyidikan Harun Masiku. Namun demikian, pihak Hasto berpendapat bahwa penetapan tersangka terlalu cepat dan tidak didasari oleh bukti yang cukup.
Proses persidangan juga melibatkan saksi ahli yang dimintakan pendapatnya terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka Hasto. Akhirnya, putusan gugatan praperadilan yang diajukan Hasto Kristiyanto melawan KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dijadwalkan pada Kamis. Penyidik KPK menetapkan Hasto Kristiyanto dan advokat Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka baru dalam kasus Harun Masiku, yang diduga terlibat dalam upaya penentuan Harun Masiku sebagai calon anggota DPR RI terpilih.