Berbelanja di supermarket seringkali bisa menjadi pengalaman yang menarik dan memikat. Bagi Kayla, seorang eksekutif muda yang sukses, kunjungan ke supermarket telah membawa wawasan yang mendalam tentang perilaku impulsif dalam berbelanja. Setelah memenuhi kebutuhan dasarnya, fokusnya beralih ke kebutuhan yang lebih tinggi, seperti pengakuan dan penghargaan, sesuai dengan teori hierarki kebutuhan Abraham Maslow.
Dalam sebuah penelitian oleh Farid dan Ali, ditemukan bahwa aspek kepribadian seseorang dapat mempengaruhi perilaku pembelian impulsif. Hal ini mengindikasikan bahwa selain faktor eksternal, faktor internal seperti kepribadian juga turut berperan dalam mendorong perilaku impulsif. Fenomena ini cenderung didasarkan lebih pada emosi dan perasaan ketimbang logika atau pemikiran rasional.
Supermarket dirancang dengan cermat untuk mempengaruhi perilaku pembeli, mulai dari strategi penempatan produk hingga tawaran promosi dan diskon. Hal ini membuat konsumen seperti Kayla tergoda untuk melakukan pembelian impulsif. Namun, penting untuk mengendalikan dorongan pembelian impulsif dengan menggunakan teknik mindfulness dan menetapkan anggaran belanja yang jelas.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang motivasi di balik pembelian impulsif, konsumen dapat membuat keputusan belanja yang bijaksana. Dengan menerapkan konsep self-rationing dan perencanaan yang cermat, konsumen dapat menghindari pembelian yang tidak perlu dan mendukung gaya hidup yang lebih berkelanjutan. Introspeksi dan pilihan yang lebih sadar akan membawa konsumen pada masa depan yang lebih seimbang dan bertanggung jawab.