Dalam upaya menjaga hubungan perdagangan yang saling menguntungkan antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS), Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menyarankan agar Indonesia melakukan evaluasi terhadap kebijakan perdagangan yang dianggap proteksionis. Pardede menekankan pentingnya memperkuat transparansi dalam perizinan impor, serta patuh terhadap standar internasional terkait regulasi teknis dan kebijakan perdagangan. Presiden AS, Donald Trump, telah mencatat Indonesia sebagai salah satu negara yang menerapkan kebijakan penghambat perdagangan terhadap AS. Beberapa kebijakan dan regulasi di Indonesia yang menjadi perhatian AS termasuk aspek tarif dan nontarif, serta kebijakan investasi.
AS menyoroti kebijakan tarif Indonesia yang cenderung meningkat dalam satu dekade terakhir, terutama untuk produk-produk yang bersaing langsung dengan produk lokal. Selain itu, kebijakan perizinan impor yang kompleks dan tumpang tindih juga menjadi sorotan, karena dinilai menimbulkan ketidakpastian. AS juga mengkritik kebijakan halal dan aturan kepemilikan saham dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Pardede menegaskan bahwa jika hambatan-hambatan perdagangan tersebut tidak diatasi dengan baik, bisa berdampak negatif terhadap hubungan perdagangan Indonesia dan AS, serta bisa memperlambat pertumbuhan ekspor Indonesia ke pasar AS.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut secara konstruktif, Pardede menyarankan pendekatan dialog intensif melalui kerangka Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) antara Indonesia dan AS. Dengan demikian, diharapkan hubungan perdagangan antara kedua negara dapat terjaga dengan baik dan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap terjaga.