Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) memiliki peran yang signifikan sebagai lembaga perwakilan rakyat. Meskipun seringkali disamakan, DPR dan MPR memiliki perbedaan mendasar dalam hal tugas, fungsi, dan wewenang yang mereka emban.
DPR, sebagai lembaga legislatif nasional, bertanggung jawab atas penyusunan undang-undang bersama Presiden, pembentukan APBN, dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. DPR juga memiliki peranan dalam menjalankan fungsi pengawasan melalui hak-hak seperti interpelasi, angket, dan menyatakan pendapat, serta berwenang mengusulkan pemberhentian Presiden kepada MPR dalam kasus pelanggaran hukum yang serius.
Di sisi lain, MPR terdiri dari seluruh anggota DPR dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan memiliki tanggung jawab utama dalam menetapkan dan mengubah UUD 1945, serta melantik Presiden dan Wakil Presiden terpilih. MPR juga memiliki kewenangan untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden yang melanggar konstitusi, serta menetapkan Ketetapan MPR (TAP MPR) yang bersifat strategis.
Perbedaan antara DPR dan MPR juga terlihat dalam hal komposisi keanggotaan, fungsi dan tugas utama, serta kewenangan khusus yang dimiliki oleh masing-masing lembaga. DPR lebih berfokus pada legislasi, penganggaran, dan pengawasan pemerintah, sedangkan MPR lebih menonjolkan peran konstitusionalnya dalam mengubah UUD, melantik, dan memberhentikan Presiden atau Wakil Presiden.
Kehadiran DPR dan MPR dalam sistem demokrasi Indonesia memegang peran penting dalam memastikan akuntabilitas pemerintahan dan keberlangsungan negara berdasarkan konstitusi dan Pancasila. Dengan pemahaman yang jelas mengenai perbedaan dan fungsi masing-masing lembaga, rakyat Indonesia dapat lebih memahami sistem ketatanegaraan yang berlaku.