Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, telah berhasil dalam misi diplomasi ke berbagai negara dengan melahirkan hasil positif. Kantor Komunikasi Presiden (PCO) menegaskan bahwa kunjungan ke sejumlah negara tersebut telah menghasilkan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) dan komitmen investasi yang signifikan dari beberapa mitra negara. Dalam setahun sejak Prabowo menjabat, telah tercapai 71 MoU dengan 13 negara dan komitmen investasi hampir Rp 800 triliun dari empat negara. Hasil-hasil ini bertujuan untuk membuka akses ke pasar yang sebelumnya tidak menjadi target utama dalam diplomasi ekonomi Indonesia.
Pada diskusi publik yang berjudul “Buah Diplomasi Presiden Prabowo di Panggung Global”, yang diselenggarakan oleh Gerakan Milenial Pecinta Tanah Air (GEMPITA) di Jakarta, Philips J. Vermonte, Ahli Senior PCO, menyatakan bahwa keanggotaan Indonesia di organisasi internasional BRICS merupakan salah satu strategi perluasan pasar. Philips menegaskan bahwa hal ini bukan berarti sikap anti-Barat atau anti-Amerika. Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS adalah langkah strategis di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat.
Dalam acara yang sama, Wakil Menteri Luar Negeri Arif Havas Oegroseno mengatakan bahwa Indonesia terus mendorong untuk lebih banyak lagi pengurangan tarif. Saat ini, Indonesia memiliki tarif impor terendah di ASEAN, yaitu sebesar 19%. Beliau juga mengimbau masyarakat untuk tidak terlalu bereaksi berlebihan terhadap isu ini. Arif mengingatkan bahwa keputusan-keputusan dalam diplomasi perdagangan didorong oleh kepentingan nasional, bukan emosi.
Sebagai kesimpulan, meskipun Presiden Prabowo berhasil dalam diplomasi ekonomi ke berbagai negara dan keanggotaan Indonesia di BRICS, hal ini tidak boleh dijadikan ancaman bagi negara lain. Selama itu terjadi dalam kerangka kepentingan nasional dan melihat data yang sesuai, maka diplomasi luar negeri Indonesia akan tetap berjalan dengan baik.
