Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa investasi ilegal masih marak di masyarakat saat ini karena kurangnya pemahaman mengenai produk keuangan. Menurut Kepala Divisi Layanan Manajemen Strategis dan Koordinasi Regional OJK Jakarta, Andes Novytasary, tingkat literasi dan inklusi keuangan masih rendah, meskipun penggunaan produk keuangan cukup tinggi. Hal ini terjadi karena banyak masyarakat yang malas untuk membaca dan lebih suka praktik langsung tanpa memahami produk terlebih dahulu.
Dalam diskusi mengenai “Investasi Ilegal: Ancaman Nyata Bagi Aset dan Masa Depan”, Andes merujuk Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025 yang menunjukkan bahwa indeks inklusi keuangan mencapai 80,51 persen dan indeks literasi keuangan mencapai 66,46 persen. Selain kurang literasi, masyarakat di Indonesia cenderung tergesa-gesa dan ingin segera mempraktikkan tanpa belajar terlebih dahulu.
Selain kurang literasi, masyarakat juga sering terpengaruh oleh tren di media sosial tanpa mengenali kondisi keuangan pribadi atau profil risiko mereka. Promosi investasi juga cukup gencar di media sosial, yang dapat memunculkan perilaku ingin cepat kaya. Selain itu, digitalisasi juga memudahkan pembuatan laman atau aplikasi baru untuk tujuan penipuan, sehingga aparat penegak hukum harus bersaing dengan teknologi.
Andes menekankan bahwa dalam penindakan terhadap investasi ilegal, sering kali laman atau aplikasi yang melanggar aturan mudah untuk dibuat kembali setelah ditindak. Hal ini menunjukkan bahwa masalah investasi ilegal masih terus berlanjut di masyarakat. Diperlukan pemahaman yang lebih baik mengenai produk keuangan dan kesadaran akan risiko investasi agar dapat mencegah penipuan dalam investasi.