Pengendalian Massa: Peluru Tajam vs. Peluru Karet
Pengamanan dan pengendalian massa selama unjuk rasa seringkali menghadirkan situasi tegang yang memerlukan kehadiran polisi. Namun, situasi tersebut dapat berubah menjadi kerusuhan, memaksa aparat keamanan untuk mengambil langkah taktis dalam mengendalikan massa dengan berbagai metode, termasuk penggunaan gas air mata, meriam air, hingga peluru.
Dalam situasi pengendalian massa, polisi dapat menggunakan peluru karet sebagai salah satu alat untuk mengontrol situasi. Peluru karet dibuat dari bahan karet atau plastik keras, dengan kecepatan tembak yang lebih rendah dibandingkan peluru tajam, sehingga tidak memiliki daya penetrasi yang kuat. Namun, peluru karet masih berpotensi menimbulkan luka serius atau bahkan kematian jika digunakan dengan tidak tepat.
Di sisi lain, peluru tajam terbuat dari logam dengan daya penetrasi yang kuat dan potensi mematikan. Penggunaan peluru tajam dalam situasi pengamanan unjuk rasa sangat jarang, karena memiliki risiko besar untuk menimbulkan korban jiwa. Biasanya, jika digunakan, peluru tajam diarahkan ke bagian tubuh bawah untuk melumpuhkan, bukan mematikan.
Meskipun peluru karet dianggap sebagai senjata tidak mematikan, risiko serius tetap ada jika peluru tersebut ditembakkan dalam jarak dekat atau ke bagian tubuh vital. Penggunaan peluru tajam di tengah kerumunan masyarakat bahkan memiliki konsekuensi yang lebih fatal. Oleh karena itu, perbedaan utama antara peluru karet dan peluru tajam terletak pada bahan, daya tembak, dan potensi fatalitas yang dimilikinya.
Inti dari perbedaan ini adalah bahwa peluru karet ditujukan untuk mengendalikan massa tanpa menimbulkan korban jiwa, sementara peluru tajam adalah amunisi mematikan yang hanya digunakan dalam situasi darurat tertentu. Keberadaan kedua jenis peluru ini harus dipertimbangkan dengan cermat dalam konteks pengendalian massa, untuk memastikan keamanan dan ketertiban tetap terjaga tanpa menimbulkan risiko yang tidak perlu.