Petugas gabungan yang terdiri atas TNI/Polri, Satuan Polisi Pamong Praja, dan Dinas Perhubungan Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, mengamankan aksi “tapa pepe” (bersemedi di bawah terik matahari, red.) dalam unjuk rasa Aliansi Rakyat Menggugat Kabupaten Banyumas.
“Jumlah personel pengamanan unjuk rasa ini sebanyak 510 orang yang terdiri atas 415 Polri, 30 TNI, 35 Satpol PP, dan 30 dari Dinas Perhubungan,” kata Kepala Bagian Operasi Kepolisian Resor Kota (Polresta) Banyumas Komisaris Polisi Agus Amjat Purnomo di sela pengamanan unjuk rasa di Alun-Alun Purwokerto, Kabupaten Banyumas, Rabu.
Ia mengatakan kegiatan pengamanan terbagi dalam beberapa titik, antara lain Ring I di sekitar kompleks Pendopo Sipanji Purwokerto sebanyak 400 personel gabungan serta Ring II sebanyak 100 personel yang terdiri atas Satuan Lalu Lintas Polresta Banyumas dan Dinas Perhubungan Kabupaten Banyumas.
Selain itu, kata dia, pihaknya juga menyiagakan personel Batalyon D Brimob jika dalam pelaksanaan unjuk rasa terjadi penambahan massa atau terjadi kegiatan anarkis.
“Sementara untuk situasi aman, terkendali, dan kondusif dengan jumlah peserta unjuk rasa kurang lebih 30 orang dan saat ini melaksanakan tapa pepe, yaitu bersemedi di bawah terik matahari dan di bawah bendera Merah Putih Alun-Alun Purwokerto,” kata Kompol Agus Amjat
Dalam kesempatan terpisah, Koordinator Lapangan Aliansi Rakyat Menggugat Kabupaten Banyumas Bayu Aji mengatakan unjuk rasa tersebut merupakan bagian dari gerakan nasional yang digelar di berbagai daerah sebagai bentuk aksi keprihatinan atas mundurnya proses demokrasi di Indonesia
Kendati tidak melibatkan banyak orang, dia mengatakan unjuk rasa tersebut sebagai bentuk peringatan kepada pemerintah untuk menyelenggarakan pemerintahan dengan baik dan berhati-hati.
“Dalam artian, kami memantau sebagai rakyat. Kami memantau dimana ada ketidakberesan, ada kecurangan, dan kami merasa tidak puas atas proses pemilu yang memang sudah berjalan di tahun 2024,” katanya.
Menurut dia, unjuk rasa tersebut diisi dengan tapa pepe yang merupakan bentuk keprihatinan masyarakat Banyumas yang saat ini berada di bawah terik matahari dengan melakukan puji-pujian dan zikir.
“Mereka berdoa dengan keyakinan mereka masing-masing agar ke depan proses demokrasi yang selama ini terjaga dengan baik, semoga tidak mundur dalam artian masyarakat ke depan tidak akan dikecewakan,” jelasnya.
Selain itu, kata dia, perwakilan pengunjuk rasa akan menyampaikan petisi kepada DPRD Kabupaten Banyumas untuk diteruskan ke DPR RI.
Ia mengatakan inti dari petisi tersebut diantaranya menolak hasil Pemilu 2024 dan mendukung penggunaan hak angket oleh DPR RI.
Menurut dia, hal itu dilatarbelakangi oleh proses demokrasi dalam Pemilu 2024 yang dinilai gagal, sehingga menimbulkan ketidakpuasan masyarakat.
“Misalnya proses Sirekap yang error, belum lagi proses quick count yang kami anggap start-nya terlalu cepat tiba-tiba di angka 50 persen, dan masih banyak lagi,” katanya.
Lebih lanjut, Bayu mengatakan prosesi tapa pepe akan berlangsung hingga perwakilan pengunjuk rasa yang menyampaikan petisi diterima oleh DPRD Kabupaten Banyumas.
Menurut dia, pihaknya juga membawa tumpeng yang terbuat dari tiwul sebagai simbol harga beras yang saat sekarang relatif mahal.
“Jadi, hari ini kami pesta tiwul, ada boled (singkong, red.), dan muntul (ubi jalar, red.),” katanya.
Sementara saat hendak menyampaikan petisi, tujuh orang perwakilan pengunjuk rasa berjalan mundur menuju Gedung DPRD Kabupaten Banyumas di kompleks Pendopo Sipanji, dan salah seorang di antaranya membawa tumpeng tiwul.
Selanjutnya petisi beserta tumpeng tiwul tersebut diserahkan kepada Ketua DPRD Kabupaten Banyumas Budhi Setiawan.
Setelah penyerahan petisi usai, massa yang melakukan tapa pepe mengakhiri aksinya dan selanjutnya mereka bersama-sama menikmati tiwul maupun singkong dan ubi jalar di sekitaran Alun-Alun Purwokerto sebelum meninggalkan lokasi unjuk rasa.
Pewarta: Sumarwoto
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024