Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) menilai pengembangan bahan bakar nabati atau bioenergi selama 20 tahun, terutama biodiesel di Tanah Air merupakan yang paling maju di dunia. Kondisi itu menurut Wakil Ketua Umum Aprobi Catra de Thouars dapat dilihat dari kebijakan di sektor bionergi yang mana dari sebelumnya yang tidak ada mandatori atau kewajiban sama sekali hingga ada mandatori pencampuran biodiesel untuk sektor “public service obligation (PSO) B35 atau penggunaan campuran CPO 35 persen pada bahan bakar fosil. “Hingga saat ini implementasi mandatori B35 untuk seluruh sektor yang merupakan pencampuran biodiesel paling maju di dunia,” katanya melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu. Namun demikian, dia menyatakan masih banyak masyarakat yang belum mengetahui kehadiran sektor bioenergi yang telah menginjak usia dua dekade. Padahal sektor bioenergi khususnya biodiesel di Indonesia terbilang paling maju di dunia. Catra mengatakan bioenergi mempunyai manfaat positif yang dapat digunakan masyarakat dari pengembangan industri bioenergi seperti biodiesel, bioethanol, bioavtur dan masih banyak yang siap dikembangkan di Indonesia. Sebelumnya Plt. Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jisman P. Hutajulu menyebutkan bioenergi sebagai salah satu Energi Baru Terbarukan (EBT) sangat berperan penting dalam target pengurangan emisi karbon (net zero emission) yang ditargetkan tercapai pada 2060. Kontribusi sektor EBT dalam bauran energi nasional, lanjutnya dalam Seminar “Tantangan Industri Bioenergi”, mencapai 13,2 persen di mana bioenergi berkontribusi 7,7 persen atau 60 persen dari total bauran energi. “Kolaborasi antara pemerintah dengan pelaku usaha menjadi keberhasilan pengembangan serta kontribusi bioenergi bagi kepentingan bersama,” ujarnya dalam seminar yang diselenggarakan Aprobi. Salah satu kontribusi bioenergi yang besar, tambahnya, adalah penyediaan dan pemanfaatan biodiesel, di mana pada 2023 telah disalurkan biodiesel untuk domestik 12,3 juta kilo liter yang dapat menghemat devisa negara sekitar lebih dari Rp122 triliun dan penurunan gas rumah kaca sebesar 132 juta ton CO2. Menurut dia, bioenergi sebagai salah satu sumber EBT mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya menuju net zero emission, di mana bioenergi yang terdiri dari biomassa, biogas dan bahan bakar nabati dapat menggantikan semua energi fosil di semua sektor terkait pembangkit listrik, bahan baku industri, transportasi, komersil, dan rumah tangga. Pewarta: Subagyo Editor: Nusarina Yuliastuti Copyright © ANTARA 2024