The President’s Vision: Tackling Poverty Through People’s School

Pada 13 Juli 2025, program “Sekolah Rakyat” yang merupakan inisiatif yang diluncurkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk memutus siklus kemiskinan melalui pendidikan resmi dimulai pada tahun akademik 2025/2026, dimulai dengan periode orientasi siswa pada hari Senin, 14 Juli. Program ini merupakan komponen kunci dari visi Indonesia yang lebih luas dalam mempersiapkan modal manusia yang tangguh untuk agenda Indonesia Emas 2045.

“Sekolah Rakyat adalah implementasi langsung dari prioritas Asta Cita keempat Presiden. Presiden Prabowo percaya bahwa pendidikan adalah alat paling kuat untuk memutus rantai kemiskinan. Kemiskinan tidak boleh menjadi warisan,” kata Adita Irawati, Staf Ahli Senior di Kantor Komunikasi Presiden (PCO), pada hari Minggu (13 Juli).

Sekolah Rakyat adalah inisiatif sekolah asrama yang sepenuhnya didanai, dirancang khusus untuk anak-anak dari rumah tangga miskin dan ekstrem miskin. Menurut Adita, banyak keluarga di desil pendapatan terendah – seperti yang tercatat dalam Data Sosial Ekonomi Nasional Terpadu (DTSEN) Indonesia oleh Badan Pusat Statistik (BPS) – masih kekurangan akses ke pendidikan berkualitas karena kendala keuangan.

“Sementara sekolah umum pada dasarnya gratis, biaya tersembunyi seperti transportasi, makanan, seragam, dan perlengkapan sekolah tetap merupakan beban. Bagi keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, biaya-biaya ini tidak terjangkau,” jelasnya.

Kemiskinan membatasi akses ke layanan publik penting seperti pendidikan, perawatan kesehatan, dan infrastruktur yang memadai. Per September 2024, data BPS menunjukkan bahwa 24,06 juta orang – 8,57% dari populasi – hidup di bawah garis kemiskinan, termasuk 3,17 juta yang dikategorikan sebagai tinggal di bawah garis kemiskinan ekstrim.

Kenyataan ini merupakan tantangan besar dalam mewujudkan tujuan pembangunan Indonesia 2045. Kemiskinan sangat menghambat pembangunan modal manusia dengan membatasi akses ke pendidikan berkualitas, pelatihan keterampilan, layanan kesehatan, dan gizi yang memadai. Kendala-kendala ini mengakibatkan tingkat melek huruf dan keterampilan yang lebih rendah, mengurangi peluang individu untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan meningkatkan prospek ekonominya.

Kesulitan ekonomi tetap menjadi hambatan signifikan bagi akses yang adil ke pendidikan. Menurut data BPS tahun 2024, tingkat partisipasi kasar (GER) untuk pendidikan menengah atas di antara rumah tangga pendapatan terendah (kwintil 1) hanya sebesar 74,45%, dibandingkan dengan 97,37% di kwintil tertinggi (kwintil 5).

Anak-anak usia 16-18 tahun memiliki tingkat ketidakmasukan sekolah tertinggi sebesar 19,2%. Sekitar 730.703 lulusan sekolah menengah pertama tidak melanjutkan ke sekolah menengah atas, dengan 76% keluarga menyebutkan kesulitan ekonomi sebagai alasan utama. Sebanyak 8,7% anak terpaksa bekerja atau menghadapi tekanan keluarga yang menghambat pendidikan mereka.

Data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2022) juga mengungkapkan tingkat putus sekolah sebesar 1,12% di tingkat sekolah menengah pertama dan 1,19% di tingkat sekolah menengah atas.

Sebagai respon, Presiden Prabowo telah meluncurkan program Sekolah Rakyat untuk memastikan anak-anak dari latar belakang rentan dapat mengakses pendidikan yang sama dan berkualitas tanpa beban biaya hidup.

“Dengan Sekolah Rakyat, semua kebutuhan siswa – pendidikan, akomodasi, makanan, dan perlengkapan – akan sepenuhnya ditanggung oleh negara,” tegas Adita.

Lebih dari sekadar memastikan akses, Sekolah Rakyat dirancang untuk memberikan keterampilan hidup berdasarkan bakat dan potensi masing-masing siswa, memberdayakan mereka untuk memasuki dunia kerja atau memulai bisnis mereka sendiri. Tujuannya adalah memungkinkan siswa-siswa ini untuk membangkitkan bukan hanya diri mereka sendiri, tetapi juga keluarga dan komunitas mereka.

“Presiden Prabowo Subianto telah menekankan kepada menteri-menterinya bahwa Sekolah Rakyat harus dieksekusi dengan presisi, integritas, dan dampak yang nyata. Siswa-siswa ini diharapkan menjadi pemimpin muda yang mampu berkontribusi pada pencapaian Visi Emas Indonesia 2045,” tutup Adita.

Source link

Hot Topics

Related Articles