Kami menyatakan bahwa DPR sebaiknya membatalkan dan meninjau kembali rencana revisi UU TNI mengingat tidak mendesak dilakukan saat ini. Rencana perubahan yang diusulkan oleh pemerintah tidak bertujuan untuk memperkuat reformasi TNI sejak tahun 1998, melainkan sebaliknya.
Beberapa usulan perubahan UU TNI yang dapat membahayakan demokrasi, negara hukum, dan HAM antara lain adalah pengembangan fungsi TNI sebagai alat negara di bidang pertahanan dan keamanan yang seharusnya hanya digunakan untuk pertahanan negara, tidak untuk keamanan dalam negeri. Selain itu, pencabutan kewenangan Presiden untuk mengatur penggunaan kekuatan TNI juga tidak disarankan karena Presiden harus bertanggung jawab atas pengerahan kekuatan TNI.
Perluasan dan penambahan jenis Operasi Militer Selain Perang (OMSP) juga dapat membahayakan keterlibatan TNI dalam ranah sipil dan proyek-proyek pembangunan pemerintah. Perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh perwira TNI aktif dapat membuka ruang bagi terlibatnya TNI dalam politik yang bertentangan dengan reformasi TNI tahun 1998.
Selain itu, memperkuat impunitas anggota militer yang melakukan tindak pidana umum dan perubahan mekanisme anggaran pertahanan serta kewenangan Menhan juga perlu dipertimbangkan dengan cermat.
Kita harus menyerukan pemerintah untuk membatalkan agenda revisi UU TNI dan fokus pada penyelesaian pekerjaan rumah reformasi TNI tertunda seperti reformasi sistem peradilan militer dan restrukturisasi komando teritorial. Evaluasi menyeluruh juga diperlukan terhadap penyimpangan tugas pokok TNI.