Kejadian penyerangan terhadap sekelompok mahasiswa Katolik yang sedang berdoa Rosario di daerah Setu telah menjadi viral, memicu kecaman dari masyarakat luas. Empat tersangka telah ditetapkan setelah melakukan penganiayaan terhadap para mahasiswa tersebut. Dua dari empat tersangka kedapatan membawa senjata tajam saat melakukan penggerebekan untuk menghentikan doa bersama yang sedang berlangsung.
Kepolisian Resor Tangerang Selatan telah mengadakan konferensi pers untuk memberikan penjelasan mengenai kejadian ini. Menurut Kapolres, ini bukanlah tindakan intoleransi, tetapi merupakan tindak pidana yang harus ditindaklanjuti. Dua dari empat tersangka telah ditetapkan karena melakukan intimidasi terhadap warga agar terlibat dalam kejadian tersebut.
Menurut Kapolres Tangsel, dua tersangka lainnya membawa senjata tajam dengan maksud untuk mengancam dan menakut-nakuti korban dan teman-temannya. Kejadian ini bermula saat seorang pelaku berusaha membubarkan kegiatan doa bersama dengan cara yang arogan, yang kemudian memicu kekerasan dan kegaduhan di lokasi tersebut. Rekaman kejadian ini menunjukkan bahwa dua orang membawa pisau saat insiden terjadi.
Kepolisian Tangerang Selatan tengah melakukan penyelidikan lebih lanjut mengenai insiden ini setelah menemukan bukti adanya tindak pidana. Dalam proses penyidikan, penyitaan barang bukti dilakukan untuk memperkuat kasus ini. Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat RI Nomor 12 Tahun 1951, dengan ancaman hukuman penjara maksimal 10 tahun. Hal ini menjadi peringatan bagi semua pihak akan konsekuensi dari tindakan intoleran dan kekerasan yang dilakukan terhadap kelompok masyarakat tertentu.